[Review Film] Susi Susanti: Love All (2019)

Judul Film : Susi Susanti – Love All (2019);

Tgl Rilis : 24 Oktober 2019;

PH : Damn! I Love Indonesian Movies, Oreima Films, East West Synergy;

Genre/Rate : Biography, History, Romance / 13+;

Negara Asal : Indonesia;

Waktu : 96 Menit;

Pemain : Laura Basuki sebagai Susi Susanti, Dion Wiyoko sebagai Alan Budikusuma, Iszur Muchtar sebagai ayah Susi, Dayu Wijanto sebagai ibu Susi, Jenny Zhang sebagai pelatih – Liang Chiu Sia, Chew Kin Wah sebagai pelatih – Tong Sin Fu, Lukman Sardi sebagai MF Siregar, Muhammad Farhan sebagai Try Sutrisno, Moira Tabina Zayn sebagai Susi kecil, Nathaniel Sulistyo sebagai Ardi B. Wiranata, Rafael Tan sebagai Hermawan Susanto, Kelly Tandiono sebagai Sarwendah Kusumawardhani, Delon Thamrin sebagai Rudi Gunawan (kakak Susi)


Selamat Hari Sumpah Pemuda sekaligus rilis film Susi Susanti: Love All ! ya. Film debut besutan Sim F ini dibintangi Laura Basuki dan Dion Wiyoko yang sebelumnya menjadi pasangan di Terbang Menembus Langit. VJ Daniel Mananta memproduseri film ini sekaligus juga mengangkat brand Damn! I Love Indonesia. Isi film begitu bagus dan semakin menumbuhkan rasa nasionalisme terlebih atlit Indonesia.

Film Susi Susanti yang merupakan biopik (nonton film Ahok juga ya) legenda bulutangkis Indonesia tahun 1990-an memberi kita gambaran kehidupan Susi sejak kecil sampai gantung raket dengan kecintaan dan ambisinya yang bagus untuk ditonton. Awal film dibuka dengan narasi tahun 1966 yang memberikan gambaran bagaimana masyarakat etnis Tionghoa banyak lari keluar negeri.

Laura Basuki - Susi Susanti
Laura Basuki – Susi Susanti

Susi yang Sempat Diharapkan Menjadi Penari Balet Nan Feminin

Susi menghabiskan masa kecil di Tasikmalaya, semula diharapkan menjadi penari balet. Pada acara 17 Agustusan, Susi memilih menonton kakaknya Rudi bermain bulutangkis dengan juara se-Tasikmalaya dibanding pentas balet. Kakaknya kalah dan diledek sehingga dia menantang si juara. Puncaknya, Susi bermain bagus dan mampu menang. Ibu Susi sempat khawatir namun sang ayah yang mantan atlit PON mendukung minat anak gadisnya itu. Ayahnya juga melihat diari Susi yang menuliskan gerakan-gerakan permainan bulutangkis.

film susi susanti love all
Susi kecil bersama keluarga

Sejak kejadian itu, Susi ditawari bergabung dengan klub PB Jaya Raya tahun 1985 di Jakarta. Klub itu dipimpin oleh Rudi Hartono, mantan atlit terkenal yang membuat Susi terinspirasi. Semula Susi ingin menyerah karena rutinitas yang membosankan dan ia merasa tidak akan berkembang tanpa kehadiran Rudi. Sang ayah bahkan datang memberi dukungan dan kemudian janji Susi tercetus untuk meraih medali emas Olimpiade. Rudi Hartono di kemudian waktu datang dan memberinya banyak tips, salah satunya ketika Susi sedang nyuci baju hahaha.

Sejak kecil Susi terkenal berani dan lugas, apa maunya dengan gamblang diutarakan. Susi kemudian menang beberapa kali di World Junior Championship yang membuatnya bergabung dengan tim Pelatnas. Disana dia bertemu dengan teman main bulutangkisnya, Ardi Wiranata, kemudian mendapatkan banyak teman baru. Ada Sarwendah dan Nathaniel (pasangan- pacaran), juga cowok yang terkenal cuek dan pendiam bernama Alan Budikusuma. Dia sering terlihat mengenakan headset. Kedekatan Susi-Alan mulai terasa sejak diari Susi tentang analisa permainan tim diestafetkan. Analisanya pada Alan membuat cowok itu penasaran dan akhirnya mereka jadi dekat.

Pelatnas dilatih oleh Liang Chiu Sia dan Tong Sin Fu, didatangkan kembali dari Cina oleh Try Sutrisno melalui MF Siregar. Try mempunyai program untuk menaikkan rating olahraga Indonesia. Bahkan dengan itu dia bisa menjadi wakil Presiden. Dalam pelatnas, Susi semakin keras berlatih dan menjalin romansa dengan Alan. Pedekate mereka dari makan ciapo hingga ke toko musik, dari malu-malu cuek akhirnya dekat memberi kesan istimewa.

Kegalauan Agar Bisa Menjadi Warga Negara Seutuhnya

Sudirman Cup menjadi ajang sang dua pelatih untuk membuat administrasi kewarganegaraan mereka direstui. Selama ini mereka hanya memakai SBKRI (surat bukti kewarganegaraan RI) saja. Susi berhasil menang walau sempat tertinggal jauh. Kemudian di tahun 1992, Susi juga sang kekasih Alan berhasil meraih emas Olimpiade di Barcelona.

Susi tidak lantas berhenti. Dia meraih juara dalam perlombaan lainnya dan tiap kali menang dia memberikan tanda ‘cek’ di diarinya. Namun ada waktu dimana prestasi Susi bahkan Alan merosot dan membuat hubungan mereka sempat renggang.

Di tahun 1996, menyadari status kewarganegaraannya yang masih saja mengambang, membuat Susi mengeluarkan unek-uneknya itu di wawancara resmi. Apalagi sang kakak juga keluarganya memberi kesadaran untuk Susi, bahwa walau banyak penghargaan sekalipun tidak menjamin mereka aman. Bahkan diperlihatkan kedua pelatih Susi kecewa dengan pemerintah yang masih membuat status mereka mengambang.

Pada tahun 1997, Alan dan Susi akhirnya menikah dan terkenal sebagai pasangan emas Olimpiade. Pastornya bahkan diperankan si VJ Daniel hahaha. Nah, masuk tahun 1998 menjadi puncak kekacauan di Indonesia. Ketika akan tampil dalam Thomas-Uber Cup di Hongkong, dari bus saja masyarakat setempat melempari mereka dengan kotoran (telur busuk mungkin juga?) serta menghujat orang Indonesia. Membuat Susi sempat tertekan dan menangis di toilet, namun dia berusaha bangkit setelah mendengar percakapan orang Indonesia yang mendukung mereka.

film susi susanti love all
Susi-Alan menikah

Susi Selalu Didukung Sang Suami

Susi juga membuat timnya bersemangat, memakai jaket Indonesia dan melangkah maju lapangan. Susi ingin membuktikan mereka bisa tampil di situasi apapun. Alan juga mendukungnya. Susi juga diwawancarai oleh media CNN, mempertanyakan pilihannya apa masih ingin tetap tinggal di Indonesia. Jawaban Susi membuat bulu kudukku merinding. Suer. Rasa nasionalisme langsung menguat gilek 🙂

Mendekati akhir film kita disuguhkan keputusan akhir seorang Susi.

film susi susanti love all
Laura Basuki – Susi Susanti – Alan Budikusuma – Dion Wiyoko

Dari segi sinematografi juga latar yang ditampilkan, film ini begitu cantik dan memanjakan mata. Dengan pencahayaan khas tempo dulu begitu juga pakaian dan tempatnya, membuat kita seakan nostalgia ke era 90-an. Hanya saja ada yang terasa kurang, yaitu bulu mata ibunya Susi yang cetar (hitam dan tebal) seperti era sekarang 😀

Musik juga terasa kurang, hanya muncul di perlombaan dan masa pedekate Alan-Susi. OST yang dinyanyikan Rossa tidak ditampilkan dalam film, sayang sih. Ada beberapa adegan perlombaan, yang terlihat agak sedikit lebay dan dipanjang-panjangkan seperti ketika menggambarkan perasaan Susi yang sendirian.

Kekurangan Tertutup dengan Akting dan Cerita yang Bagus

Akting para pemain begitu memukau. Apalagi chemistry antara Dion-Laura yang tidak diragukan lagi. Laura Basuki begitu hebat, mampu meniru gaya Susi ketika bermain bulutangkis (apalagi kok bulutangkis yang diletakkan di depan mata). Bagaimana tidak, Chiu Sia melatih Laura selama beberapa bulan loh. Gaya bicara dan tingkah beraninya Laura asyik mirip dengan Susi. Sayang porsi Dion tidak terlalu banyak, dukungan dari ayah Susi malah terlihat lebih besar. Aku juga lebih suka jika adegan Susi berdoa diperbanyak dan ada kalimat doa yang diucapkan lebih panjang hehehe. Adegan memegang rosarionya aku suka 🙂

Selain Dion-Laura, aku juga suka dengan akting galau kedua pelatih. Namun sayang tidak ditampilkan adegan bermain Susi bareng pelatihnya bahkan dengan Rudi Hartono sekalipun. Aku juga suka akan keakraban keluarga Laura, terlebih ibu Susi yang jenaka. Ayah Susi juga bagus dengan filosofinya ‘hai takut…’ atau ‘hai bosan…’ Delon dan Daniel tampil disini juga dengan porsi sedikit namun menarik. Susi kecil juga diperankan dengan sangat apik.

Plot cerita memang terkesan lompat-lompat. Alur terasa sedikit cepat dan tahun-tahun berlalu agak sulit mengingatnya. Namun dalam peristiwa tetap mampu menggetarkan hati. Tidak ada plot twist namun tetap asyik ditonton.

Ceritanya juga relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Kita disuguhkan ketakutan etnis Tionghoa (bahkan sebenarnya sampai sekarang) apalagi ketika terjadi kerusuhan. Bagaimana menjadi warga negara begitu sulit, juga menjadi korban bully dari masyarakat. Adegan kerusuhannya begitu nampol dan menyedihkan. Emosi yang dimainkan dalam film benar-benar bagus, sehingga aku juga hampir nangis loh.

Memang ada beberapa kekurangan, tapi hanya sedikit dan tidak mempengaruhi keseluruhan film sehingga aku memberi rating sempurna. Apalagi film ini mampu memberikan efek magis akan doa dan cinta dalam kehidupan. Juga rasa nasionalisme yang lebih menguat setelah selesai menonton film ini. Bayangkan, seisi studio dalam bioskop dikit-dikit tepuk tangan apalagi ketika berada di adegan Susi yang sedang bertanding.

Kesan dan Makna dari Film Susi Susanti: Love All

Oiya, Love All yang tersemat dalam judul film ini berarti 0-0, diucapkan ketika mulainya pertandingan. Juga berarti lebih sesuai yang dijelaskan ayah Susi, bahwa makna jargon itu juga berarti mencintai lawan, bulutangkis, bahkan Tuhan, keluarga, sahabat serta pacar 🙂

Ada kesan menarik ketika aku nonton film ini di hari pertama. Bayangkan malamnya aku memasang story di IG tentang film ini, hampir semua artis yang aku mention namanya me-repost balik loh! Aku paling seneng ketika Dion, artis favoritku menyukai kemudian me-repost. Ada rasa bangga, senang, juga terasa bahwa artis-artis Indo amat ramah 🙂

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Makna yang kita bisa petik dari film Susi Susanti: Love All yaitu emosi dan mental jika dapat dikontrol, maka segala masalah dapat dilewati. Juga dalam setiap usaha harus ada doa. Selain itu ketakutan adalah hal normal, namun sebisa mungkin bisa ditekan. Serta jangan merendahkan orang lain hanya karena beda ras, suku atau agamanya.

Film Susi Susanti yang bagus ini sayang jika kamu lewatkan, lebih bagus nonton di bioskop ya. Masih tayang kok. Siapa tahu kamu tertarik jadi atlit ke depannya dan mengubah paradigma agar tidak sedikit-sedikit menyalahkan atlit yang berjuang 🙂

 

Rating versiku : 5/5

Trailer bisa dilihat disini:

OST-nya bisa dilihat disini:

 
Share :

Leave a comment