[Review Film] Perempuan Tanah Jahanam (2019)

Judul Film : Perempuan Tanah Jahanam (2019);

Tgl Rilis : 17 Oktober 2019 (di Indonesia);

PH : Base Entertainment, CJ Entertainment, Ivanhoe Pictures, Rapi Films;

Genre/Rate : Horror, Drama, Mystery / 17+;

Negara Asal : Indonesia;

Waktu : 106 Menit;

Pemain : Tara Basro sebagai Maya, Marissa Anita sebagai Dini, Asmara Abigail sebagai Ratih, Christine Hakim sebagai Misni, Ario Bayu sebagai Saptadi, Zidni Hakim sebagai Donowongso, Faradina Mufti sebagai Shinta, Aura Agna sebagai anak kecil, Sindris Ogiska G sebagai anak kecil, Devona Queeny sebagai anak kecil, Latisya Ayu sebagai Maya kecil, Arbaiyah sebagai nenek Ratih


Halo guys! Film yang semula berjudul Impetigore dibintangi Tara Basro, dengan sutradara dan penulis sekaligus yaitu Joko Anwar ini belum lama keluar di bioskop.  Dengan judul Perempuan Tanah Jahanam yang lebih membumi, film ini cukup lama merajai pemutaran di Tanah Air, hampir saja aku melewatkannya namun rasa penasaran ternyata lebih kuat. Dan syukurlah aku menontonnya!

Karya ini memang bukan adaptasi selaiknya Gundala dan juga bukan bercita-rasa horor Pengabdi Setan. Orisinal karya Joko Anwar yang membuatku kaget, film horor yang terasa sekali thriller-nya. Bukan setan yang ditakutkan, tapi malah manusia.

Adegan Pembuka Keren Banget

OKE, jadi adegan pembuka film ini sungguh menjanjikan. Adegan yang tidak biasa kulihat di film Indonesia, namun formulanya pernah muncul di film luar negeri. Sang tokoh utama, Maya adalah seorang penjaga loket jalan tol berusia 20-an tahun yang semula asyik berbicara dengan Dini yang ada di seberang melalui alat sejenis walkie-talkie. Nah, Maya curiga dengan lelaki aneh yang beberapa kali melewati loketnya. Benar saja, lelaki itu menanyakan nama lamanya dan menyebut juga desa asalnya. Maya sangat heran kenapa lelaki itu seperti tahu asal-usulnya. Dan benar saja, lelaki itu turun dari mobilnya dan membawa golok. Ini adegan paling menegangkan, si lelaki itu memang tidak berhasil membunuh Maya namun melukai pahanya.

Trauma dengan insiden itu, Maya dan Dini akhirnya membuka usaha toko pakaian namun berjalan dengan tidak mulus. Di toilet, Maya merasa luka di pahanya belum menutup dan darisana dia menemukan kertas bertuliskan hal yang aneh. Dia sempat memotretnya dan tak sengaja kertas itu terjatuh ke dalam kloset. Maya dan Dini yang merasa bisnisnya kurang berkembang dan utang yang semakin menumpuk, membuat mereka berpikir keras. Maya teringat foto masa kecilnya, dengan latar belakang rumah besar di desa. Sejak kecil di kota Maya terbiasa sendiri dan ia hanya mengenal keluarganya dari foto.

Akhirnya dengan mengajak Dini, Maya menaiki bus menuju desa Harjosari. Dari penumpang yang merupakan seorang dosen sastra Rusia, Maya akhirnya mengetahui kertas yang dia temukan di lukanya lalu adalah jimat. Dia juga melihat tiga anak perempuan di jalan gelap beberapa kali, bahkan merasa ngeri sendiri melihat bayangan dosen tadi dari kaca jendela.

film perempuan tanah jahanam 2019
Maya dan Dini

Maya-Dini Tiba di Harjosari dan Merasakan Keanehan

Di terminal, mereka juga kesulitan mencari delman yang bisa membawa mereka ke desa Harjosari. Desa itu seperti terisolasi dan jarang terdengar namanya. Untung saja ada yang bersedia mengantar mereka ke rumah kepala desa namun sayang yang mereka cari sedang tidak ada. Mereka yang sudah jauh-jauh datang urung untuk pulang dan memilih menempati rumah besar milik Maya.

Dua hari mereka mendapati ada saja yang meninggal dan setelah ditelusuri sampai kuburan ternyata anak yang baru lahir. Mereka kemudian bertemu dengan Ki Saptadi, sang kepala desa dan mengaku sebagai mahasiswa yang butuh referensi di desa itu untuk skripsi mengenai wayang kulit.

film perempuan tanah jahanam 2019
Ki Saptadi

Maya berniat mencari makan dan meninggalkan Dini di rumah. Konflik mulai muncul dari sini, ketika warga desa menegur Dini karena tinggal di rumah besar tadi. Kemudian Dini menghilang dan Maya kocar-kacir mencarinya. Sampai akhirnya dia menemukan keanehan besar di salah satu rumah warga. Hampir saja tertangkap, Maya diselamatkan oleh Ratih yang kemudian menceritakan masa lalu kelam desa.

Pertemuan Maya dan Ratih

Maya kemudian menjadi incaran warga namun beberapa kali berhasil lolos, dengan lebih banyak bantuan dari Ratih. Kebenaran demi kebenaran mulai tersingkap, berkat penglihatan dari arwah tiga anak perempuan. Nyawa Maya hampir di ujung tanduk namun untunglah sang ayah biologisnya sadar dan menyelamatkannya.

Ratih
Ratih

Ending film ini sebenarnya desa sudah pulih, walau tidak ditunjukkan kondisi Maya setelahnya. Namun ternyata muncul adegan yang tampaknya bisa dijadikan sekuel untuk ke depannya 😀

Aku mau mengomentari film Perempuan Tanah Jahanam (2019) ini namun maaf ya jika terkesan SPOILER. Filmnya sudah keluar dari bioskop kok, namun memang membekas di hati karena bagus. Kekurangannya menurutku masih wajar, jarang loh ada film Indonesia bergenre horor-thriller.

Beberapa Poin yang Agak Membingungkan

Dari segi cerita, sangat rapi dan cerdik. Ada plot twist walaupun sayangnya dieksekusi dengan agak aneh. Ada beberapa poin yang kusorot:

  • Kenapa yang menjelaskan aksara Jawa kuno di bus itu malah seorang dosen sastra Rusia? Jauh amat ya perbandingannya. Lalu aku sempat berpikir apa orang tua itu adalah kunci atau seorang yang terlibat di masa lalu Maya, tapi ternyata tidak.
  • Maya dan Dini kok tidak takut gitu ya tinggal di rumah besar kosong yang tertutup rumput dan pepohonan, dengan akar besar-besar? Okelah itu rumahnya Maya. Tapi tetap saja kan tidak aman: bisa saja ada hantu, penjahat atau hewan ganas berbisa seperti ular? Juga kondisi bangunan yang bisa sewaktu-waktu roboh karena rapuh dan tua.
  • Kenapa hampir tiap hari ada saja ibu melahirkan? Padahal mereka kena kutukan tapi kok mau-mau saja hamil terus? Nah, kalau mau cari solusi agar kutukan hilang, kenapa si kepala desa tidak cari ‘anak hilang’ sampai ke kota? Jadi warga desa hanya pasrah dan menunggu, kalau Maya tidak pernah datang, maka mereka akan begitu terus? Hmmmm…
  • Aku menyayangkan kenapa harus ada penglihatan dari arwah tiga anak, kenapa tidak pakai cara lain, misalnya buku diary atau apa gitu?
  • Tidak dijelaskan macam santet atau ilmu apa yang dilakoni sang antagonis disini. Juga kenapa harus tiga anak? Kenapa bukan jumlah genap? Atau kenapa harus anak perempuan?

Sedikit Membosankan Tapi Ceritanya Membuatku Berusaha Tidak Lengah

Cerita terkesan membosankan di paruh terakhir film, karena latar belakang Maya yang terasa diulang dan dipanjang-panjangkan. Namun karena ada musik yang menunjang juga sinematografi mencekam, sehingga mata kita seakan ‘dipaksa’ untuk terus menatap layar. Seperti tidak ada jeda, karena jika kita lengah, maka kita akan kehilangan cerita yang mau disampaikan. Pernah nonton Fantastic Beast kan? Kayak gitu deh rasanya 😀

Sinematografinya memang kece badai. Latar juga bangunan yang sengaja didirikan tim produksi patut diapresiasi. Seolah kita masuk desa latar dari cerita ‘KKN desa penari’ hahaha. Aura mencekam di malam hari benar-benar terasa. Perusahaan produksi ini memang tidak main-main apalagi produsernya juga dari film The Wailing (Korsel) loh. CJ ent memang tidak perlu diragukan lagi hehehe.

Akting juga bagus, walau memang harus aku akui yang berperan jadi Dini dan Ratih memang keren melebihi Maya. Mungkin juga karena karakter Maya disini yang terlihat seperti bingung mau dibawa kemana nasibnya. Sebagian besar tokoh disini punya andil dan berkaitan dengan masa lalu Maya dan dirangkai dengan baik oleh Joko. Christine Hakim keren banget, padahal katanya ini film horor pertama. Namun film ini ada sedikit kurangnya dalam pemilihan tokoh. Khususnya peran ayah-anak yang terlihat hampir sepantaran.

Aku suka dialog yang dilontarkan para pemain, semisal di kuburan ketika Dini mengatakan bahwa Tuhan pasti mengetahui segala bahasa, jadi doa yah pakai bahasa Indonesia juga tidak apa-apa. Kalau kamu apa kata-kata favorit atau yang terkenang setelah nonton film ini?

Jumpscare dan Scoring Kece Namun Kadang Menipu

Efek jumpscare lumayan banyak dan musik yang mengalun seram sehingga berhasil mengecoh penonton. Adegan yang sebenarnya tidak ada hantunya, malah dibuat seakan-akan ada sesuatu yang mau muncul. Misalnya adegan Maya yang berjalan di emperan toko baju sambil melewati banyak manekin, juga Dini yang mengagetkannya disana. Hantu anak kecil malah muncul sesekali dan tidak menyeramkan 🙂

Makna film Perempuan Tanah Jahanam (2019) ini sebenarnya sungguh berbobot. Menyinggung masalah perempuan dan kemiskinan, serta anak dan kesejahteraan memang tidak ada habis-habisnya sehingga film ini cocok menjadi bahan refleksi. Jangan serakah dan mengingini milik orang lain, baik harta atau pasangannya. Meminta bantuanlah pada Tuhan dan jangan cepat habis kesabaran. Juga, mau peduli pada orang lain dan membantunya semampu kita.

Ngomong-ngomong, tiga perempuan pemain PTJ ini cocok jadi Charlie’s Angels versi Indonesia ya?

Tara, Marrisa, Asmara
Tara, Marrisa, Asmara

Bagi yang belum nonton dan keburu filmnya tidak ada di bioskop, semoga nanti bisa unduh di situs internet ya. Atau kalau masih ada, yuk ditonton karena tidak bakalan rugi kok malahan asyik 🙂

Rating versiku : 4/5

Trailer bisa dilihat disini:

 
Share :

Leave a comment