[Review Film] Ngenest (2015)

Judul Film: Ngenest (2015);

Tgl Rilis : 30 Desember 2015;

PH : Starvision Plus;

Genre/Rate : Romantic, Comedy/ Remaja – 16+;

Negara Asal : Indonesia;

Waktu : 95 Menit;

Pemain : Ernest Prakasa sebagai Ernest, Lala Karmela sebagai Meira, Kevin Anggara sebagai Ernest Remaja, Morgan Oey sebagai Patrick, Brandon Salim sebagai Patrick Remaja, Ferry Salim sebagai Papa Ernest, Olga Lydia sebagai Mama Ernest, Budi Dalton sebagai Papa Meira, Ade Fitria Sechan sebagai Mama Meira


Hai. Kembali dengan review film Indonesia berjudul Ngenest (2015) yang seakan menyindir isu SARA di masyarakat, apalagi yang lagi hangat-hangatnya sekarang. Yah, hanya sekedar intermezzo sih. Supaya kita lebih menghargai perbedaan sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika. Tapi bener loh, di kampungku sendiri ada anak-anak kecil yang teriak meremehkan “Cina… Cina… makan b***”, bayangkan … tidak mungkin pikiran itu muncul begitu saja kan di otak seorang anak?

Lanjut, film ini sebenarnya punya premis yang kuat dari tiga novel berjudul sama. Apalagi ini film semi-otobiografi dari Ernest Prakasa. Tapi akhirnya saya malah lebih demen sama film Ernest selanjutnya, Cek Toko Sebelah yang bikin mewek-mewek. Tapi patut diapresiasi karya pertamanya ini, karena bukan sekedar lucu bin aneh kayak Comic 8, tapi film ini juga ada pesan moralnya. Seperti tagline filmnya : kadang hidup perlu ditertawakan.

Masa Kecil Ernest yang Sering Kena Bully

Film Ngenest (2015) ini menceritakan Ernest kecil pada jaman Orde Baru diledek karena keturunan Tionghoa. Ketika SD, dia berteman dengan sesama keturunan yang bernama Patrick. Temannya ini lebih kalem dan bijaksana. Gerombolan beberapa anak laiknya film Doraemon, suka sekali mengganggu dan meminta uang pada mereka berdua. Gerombolan itu lelaki berbadan gemuk, kurus, rada bodoh dan perempuan tomboi.

 

Suatu kali, Ernest merasa bosan dengan keadaannya yang begitu terus. Ketika SMP, dia memutuskan untuk berteman dengan gerombolan berandal yang sering mengganggu mereka. Si Patrick tidak setuju. Apalagi Ernest juga ikut-ikutan mengganggu orang lain, menjadi pengaruh buruk untuk dirinya. Karena memang Ernest hanya dimanfaatkan saja, pada akhirnya dia sendirian ditinggal di konser punk. Menyesallah dia. Tapi ketika kelulusan SMP, si gerombolan meminta maaf pada Ernest, mungkin takut karma hahahah. Btw, Kevin Anggara yang jadi Ernest remaja ini adalah youtuber yang sudah lama aku tahu bersamaan dengan channel- nya Edho Zell yang lucu-lucu.

Ernest melanjutkan sekolah di SMA swasta yang kebanyakan juga sama dengannya, jadi pacarnya juga rata-rata keturunan Tionghoa pula. Dia hampir putus asa dengan keinginan barunya : menikah dengan gadis pribumi agar anak-anaknya kelak bisa jadi berwajah pribumi, tidak sipit kayak dia.

Hasrat Mempunyai Pacar Pribumi Tercapai

Seperti takdir, ketika berkuliah, Ernest bertemu dengan seorang gadis pribumi (Sunda) di tempat kursus. Sejak itu Ernest mulai pedekate sama Meira, nama gadis ini. Apalagi mereka seagama, tentu saja Ernest sangat senang keinginannya akan tercapai. Lucu juga dengan kata-kata Ernest ketika kali pertama menelepon Meira “Lebih baik dihina daripada dilupakan” … eyah.

Sebelumnya Ernest hampir saja menyerah karena takut jangan-jangan Meira beda agama dengan dia. Lagi-lagi Patrick yang memberinya saran dengan filosofi Tokai “Apa yang kamu harapkan belum tentu akan terwujud. Dan apa yang kamu takutkan belum tentu akan terjadi. Jalani hidup dengan keikhlasan, lalu mengalir, mengambang, mengikuti arus”

Musik yang disuka Meira kurang disuka Ernest, walau begitu mereka tetap merasa saling cocok. Mereka punya beberapa kesukaan yang sama, contohnya Harry Potter. Disini poster film di bioskop Chamber of Secrets (yang kedua), tapi isi obrolan mereka yang membahas film malah yang seri ketiganya (Sirius Black baru muncul). Agak tidak konsisten di adegan itu.

Ayah Meira sempat tidak menyukai Ernest karena pernah punya pengalaman kurang mengenakkan dengan orang Tionghoa. Dia hampir bangkrut karena rekannya. Tapi suatu kali karena berita di koran, seorang yang satu kampung dengan si ayah tapi melakukan korupsi, membuat Meira mengutarakan unek-uneknya “Meskipun sama, bukan berarti sifat mereka akan sama. Jangan dipukul rata dong.”

Menikah Bukan Berarti Lepas dari Ketakutan Masa Lalu

Sikap Ernest yang baik dan sopan lama kelamaan membuat ayahnya luluh. Dari pihak Ernest sendiri, tampaknya biasa-biasa saja dengan hubungan mereka berdua. Kalau di dunia nyata ya, kebanyakan sih yang keturunan Tionghoa suka anaknya jadian juga dengan suku yang sama. Apalagi kalau punya banyak uang, maunya juga kalau boleh sama hahaha.

Tidak butuh berapa lama mereka pun menikah. Aku yang tidak pernah baca kisah Ernest sebelumnya, terasa perpindahan adegan ini cepat banget. Di dalam proses pernikahan, aku kasihan dengan mama papanya Ernest, mau selipin kebudayaan malah ditolak terus sama Ernest. Tekadnya memang sudah bulat. Disini aku merasa lucu dengan beberapa karangan bunga selamat yang berlebihan. Bunga dari toko beras ayahnya Patrick bahkan ada nomor teleponnya hahahaha. Gerombolan berandal semasa kecil hadir juga dalam pesta pernikahan mereka.

film ngenest 2015
Meira, Ernest, Patrick dan pacarnya

Ternyata setelah menikah tidak membuat Ernest tenang. Keinginan untuk mempunyai anak akhirnya ditunda-tunda karena ketidaksiapannya. Ketakutan terbesarnya bukan karena akan menjadi seorang ayah, tapi takut mata anaknya sipit sama dengan dia! Takut anaknya nanti di-bully “Cina… Cina”. Jadi memang ini jadi pelajaran untuk kita, jangan mengkotak-kotakkan orang karena ras, agama dll, padahal kita sama-sama tinggal di Indonesia. Bully buat korbannya jadi trauma, termasuk Ernest.

film ngenest 2015

Kekuatan Cinta Mengalahkan Ketakutan dan Kekhawatiran

Akhirnya Ernest bersedia untuk punya anak setelah suatu pertengkaran serius mereka. Walau begitu ketika hampir melahirkan, Ernest yang mengalami banyak tekanan (ada masalah di tempat kerja juga) menenangkan diri di gedung kosong tempat favoritnya dan Patrick berhasil menemukan dia disana setelah dimintai tolong oleh Meira. Dari pembicaraan mereka, Ernest merasa sesal karena mengusik hati sahabatnya, apalagi dengan jujur Patrick mengatakan dia lebih beruntung karena dapat memiliki anak. Kasihan banget. Patrick yang dibawakan Morgan (yang lebih hari lebih jago akting dan ganteng pula) ini benar-benar setia kawan dan tulus. Aku suka karakternya 🙂

Meira melahirkan dan Ernest berhasil datang tepat waktu. Dan… bayinya memang bermata sipit, tapi mungkin karena kata-kata penyemangat dari Patrick plus melihat istrinya yang kesakitan dan melihat langsung sendiri anaknya, ketakutannya langsung sirna. Bahkan berikutnya dia menambah anak lagi. Kekuatan cinta benar-benar hebat.

film ngenest 2015
Ernest dan keluarganya di dunia nyata

Plot film terjalin rapi. Komedinya juga banyak. Walaupun ada hal-hal tertentu yang miris, tapi dibungkus dengan komedi sehingga tidak terasa sensitif. Selain itu anggapan sosial misalnya pernah pakai baju yang sama di pesta atau tempat sama terasa aneh, juga ditampilkan menarik dalam film ini.

Yang lebih penting, tema yang diangkat cukup berani. Penulisnya sekaligus menjadi sutradara dan pemain membuatku merasa Ernest benar-benar multi talent. Ulasan film lain dari dia bisa kamu lihat disini dan disini. Kesimpulannya, film Ngenest (2015) ini layak tonton dan dapat menjadi hiburan keluarga dengan pesan moral yang tinggi.

 

Rating versiku : 4/5

Trailer bisa lihat disini :

 
Share :

Leave a comment