[Review Film] A Man Called Ahok (2018)

Judul Film : A Man Called Ahok (2018);

Tgl Rilis : 8 November 2018;

PH : The United Team of Art;

Genre/Rate : History, Oto-Biography/ Remaja – 13+;

Negara Asal : Indonesia;

Waktu : 102 Menit;

Pemain : Daniel Mananta sebagai Ahok dewasa, Eric Febrian sebagai Ahok remaja, Denny Sumargo sebagai Kim Nam (ayah Ahok) masa muda, Chew Kin Wah sebagai Kim Nam masa tua, Sita Nursanti sebagai Buniarti Ningsih (ibu Ahok) masa tua, Eriska Rein sebagai Buniarti Ningsih masa muda, Samuel Wongso sebagai Basuri (adik Ahok), Jill Gladys sebagai Fifi Lety (adik Ahok), Albert Halim sebagai Harry (adik Ahok), Janssen Laurenzo sebagai Frans (adik Ahok), Edward Akbar sebagai Musyono, Ferry Salim sebagai Koh Asun, Donny Damara sebagai pejabat pemerintahan Belitung Timur


Review kali ini adalah film yang hits bulan lalu, sehingga kalau diulas sekarang sudah tidak lagi jadi spoiler ya karena sudah keluar dari bioskop. Hahaha. Film 2018 apik ini diangkat dari buku A Man Called Ahok: sepenggal kisah perjuangan & ketulusan karya Rudi Valinka. Kalau mau lihat-lihat sepenggal bukunya, foto-foto, quotes, komentar para pemain dan penonton, bisa cek di akun instagram @amancalledahok. Untuk lihat yang lain tentang film ini bisa lihat di youtube juga The United Team of Art. Dari akun-akun ini aku bisa lihat bagaimana gigihnya para pemain, khususnya Daniel yang bekerja keras membangun karakter Ahok dalam dirinya.

Kisah masa kecil Ahok banyak ditonjolkan dalam film ini, dengan didikan ayahnya yang membuat dia keras dan tegas pada pendiriannya. Bahkan Ahok sendiri sering beradu pendapat dengan ayahnya sampai bikin geleng-geleng kepala.

Masa Kecil Ahok Diwarnai Nasihat Sang Ayah

Film bermula dari suara Ahok yang membuat kita bernostalgia. Kemudian muncul adegan tetangga Ahok yang datang di rumah mereka untuk meminjam uang. Ayahnya menyuruh Ahok pergi pada teman sesama Tionghoanya, Koh Asun, untuk meminjamkan uang dengan cek. Ternyata bukan hanya sekali saja, beberapa kali tetangganya yang lain meminjam uang padanya.

Ahok adalah anak tertua yang sangat diandalkan oleh ayahnya yang adalah Tauke atau pengusaha kontraktor PT Timah di Belitung Timur. Suatu kali ayahnya menangis dengan sedih karena tidak bisa meminjamkan uang pada tetangganya yang akan melahirkan. Ini karena usaha tambangnya yang mulai surut. Ada orang dalam pemerintah pada bagian mengurus perijinan selalu berusaha memeras sang ayah. Ahok kecil melihat orang ini dengan kesal. Akhirnya Ahok membantu tetangganya tadi dengan memecahkan tabungan. Adiknya juga ikut dibujuk, hahaha.

Sang ibu bahkan tidak habis pikir dengan perilaku suaminya yang sangat memperhatikan orang kecil bahkan nekad sampai berhutang. Prinsip sang ayah, mereka bisa makan dan tidur dengan nyaman, selama mereka masih bisa membantu orang kenapa tidak. Rejeki Tuhan yang atur, kebaikan bisa berbalik. Hanya saja memang berlebihan sih ya.

Ayah dan Ibu Ahok Masa Muda

Impian Sang Ayah Untuk Masa Depan Ahok

Buniarti pergi ke pasar membeli sekadarnya, tetangga yang pernah mereka bantu memberikan daging secara gratis yang menunjukkan betapa kebaikan yang dilakukan memang akhirnya berbuah baik juga untuknya. Sang suami memintanya memasakkan yang enak agar keluarganya tidak merasa berkekurangan walaupun memang situasi perusahannya sedang menurun. Lambat laun, sang istri mempunyai ide untuk mendirikan apotik (tetap saja ada tetangga mereka yang memohon utang obat). Adik bungsunya, Frans, juga lahir dan membawa berkah bagi keluarganya.

Ahok diminta ayahnya untuk menjadi dokter kelak agar dapat membantu tetangga-tetangganya yang sulit berobat karena biaya. Kalau perlu mendirikan Rumah Sakit. Mungkin ini juga yang membuat Ahok mau jadi pejabat karena bisa mendirikan sesuatu yang berguna untuk rakyat kecil. Ahok punya teman-teman di kampungnya yang beragama Muslim dan mereka begitu dekat. Ada satu teman baiknya, Musyono, yang katanya pintar. Dalam kisah aslinya, tokoh ini terinspirasi dari dua teman Ahok yaitu Mus (teman sebangku dari Tk hingga SD) dan Sayono (teman SMP). Ahok tidak membeda-bedakan teman dan bergaul dengan siapa saja.

film A Man Called Ahok
Musyono dan Ahok

Suatu kali Ahok dan adiknya Basuri diminta ayahnya untuk pergi ke proyek. Disana sang ayah mendapati kecurigaannya terbukti, anak buahnya melakukan tindakan korup dan bahkan dianggap biasa! Si ayah meminta adiknya memecat si pekerja, tapi karena takut, Ahok yang melakukannya. Lalu si ayah akhirnya tahu penyebab si pekerja melakukan korup karena untuk biaya pengobatan istrinya. Si ayah menjelaskan pada Ahok bahwa lebih baik jujur dan dia akan memberikan bantuan langsung, daripada berbuat korup.

Ahok Suka Melawan Demi Keadilan

Ketika dewasa, Ahok berkuliah jurusan Teknik Geologi dan kemudian Manajemen untuk menunjang proyek ayahnya. Sang ayah masih saja kecewa akan keputusan Ahok karena dia lebih suka anaknya itu menjadi dokter. Ahok sempat membantunya bekerja di proyek. Prinsip sang ayah ingin membiayai pekerja tanpa terlambat, sedangkan Ahok berbeda. Sang ayah walaupun berhutang dia tidak ingin pekerjanya melarat. Begitu pula ketika pejabat pemerintah ingin menagih ‘hak’-nya, Ahok sempat marah dan berusaha untuk melawan. Namun lagi-lagi ayahnya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ahok juga sempat bertengkar dengan Musyono. Masa kecil Ahok ditunjukkan ketika sang ayah menasehatinya bahwa orang miskin akan kalah dengan orang kaya, orang kaya akan kalah dengan orang yang berkuasa. Ini yang membuat Ahok lebih ingin lagi menjadi pejabat untuk melawan mereka.

film A Man Called Ahok
Ayah dan Ibu Ahok Masa Tua

Ahok juga sempat menyinggung perasaan ayahnya yang sedang sakit. Kelihatan Ahok agak keras disini. Adik-adiknya, lebih lagi Fifi, membujuk dia untuk tetap di Belitung karena kondisi ayahnya yang semakin lemah. Dia sempat tidak mau meneruskan usaha ayahnya karena perbedaan prinsip. Sang ayah menjual sahamnya dan melunasi hutang termasuk pada Koh Asun. Kebaikannya itu loh… dia pikir mungkin yang dibayarnya berlebih tapi dia tidak minta kembalian pada temannya itu.

Dunia Politik Menjadi Pilihan Karir Ahok

Ahok akhirnya berpikir untuk masuk ke dunia politik setelah ayahnya meninggal. Bersama dengan adik-adiknya yang mendukung dia, masing-masing ada yang berprofesi sebagai dokter PNS dan Bupati di Belitung Timur (Basuri), praktisi hukum (Fifi), dan konsultan bidang pariwisata-perhotelan (Harry). Harry di film ini tidak banyak ditonjolkan, jadi aku kurang paham bagaimana kedekatannya dengan Ahok dan yang lain. Agak kurang dieksplor di sini. Nah, aku suka dengan kekompakan mereka berkat nasihat sang ayah, yang intinya memburu harimau bersama-sama saudara akan lebih mudah.

film A Man Called Ahok

Ahok yang dikenal karena pengaruh ayahnya bisa menggapai suara yang banyak di Belitung. Walaupun ada pejabat yang tidak suka dan berusaha menjegalnya sejak di Belitung, pada akhirnya dia menang. Ahok mulai menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam pemerintahan, misalnya uang saku yang diberikan untuknya padahal dia tidak pergi berangkat. Sudah masuk anggaran dan dianggap biasa oleh mereka yang membuat Ahok marah.

Perlahan Ahok mulai berpikir untuk menembus Jakarta dan membawa perubahan. Dia juga sempat memberangkatkan Musyono ke Jakarta, tempat dia menimba ilmu. Aku suka kata-kata Musyono pada Ahok bahwa dia tidak mau memilihnya jadi pemimpin, tapi sebagai pelayan rakyat. Cool! Aku suka Edward disini.

Adegan Bikin Baper Banyak Guys!

Pun percakapan Musyono dengan Ahok yang memintanya untuk berhati-hati menjadi pemimpin. Dibalas mantap oleh Ahok bahwa aku tidak takut kalah, aku takut jika aku salah.

Adegan menyentuh yang baru kuketahui dari keluarga Ahok yaitu kematian Frans, adik paling bungsu yang masih remaja. Ikut kejuaraan pencak silat dan bertekad menjaga ayah ibunya di Belitung, sampai menelepon ke ayahnya untuk jaga kesehatan, malah meninggal dengan motor. Aku nangis lihat sang ayah memukul motornya 🙁

film A Man Called Ahok
Ahok dan Frans

Adegan menarik lainnya dari seorang Kim Nam yaitu ketika dia melihat para orangtua dan anak bermain layang-layang di pantai. Dia menjelaskan pada Ahok bahwa tidak akan pernah tahu hidup akan bawa kita kemana. Yang jelas lelaki harus punya prinsip. Juga ketika Ahok bertanya apa mereka orang Tionghoa atau Indonesia karena diskriminasi yang sempat dialaminya, sang ayah tidak menjawab dengan ‘ya’ atau ‘tidak’, tapi jauh lebih dari itu, lebih mendalam “Jangan pernah berhenti mencintai negeri ini Hok”.

film A Man Called Ahok

Penuh Pesan Moral Bukan Kampanye

Film ini penuh pesan moral dan sebenarnya bukanlah kampanye politik. Ini kisah murni didikan seorang ayah terhadap anaknya. Saya tidak memberikan rating sempurna walaupun film ini secara keseluruhan bagus, karena rasanya masih kurang puas. Kisah hidup Ahok sebenarnya tidak diceritakan banyak, justru ayahnya, jadi judulnya sebaiknya bukan A Man Called Ahok. Aku sukanya cerita Ahok lebih mendalam, walau mungkin sineas produser film ini takut akan mengarah ke isu sensitif. Aku suka jika film ini menunjukkan bagaimana cara Ahok memimpin, bagaimana dia bertahan di Jakarta sampai masuk penjara. Yah, walau pendek-pendek saja. Selesai film ini bukan hanya aku tapi ada beberapa orang yang mengeluh bahwa filmnya cepat selesai hahaha. Rasanya Ahok hanya sedikit mendapat porsi disini.

Pun mengenai sikap religius Ahok tidak ditampilkan disini. Bagaimana dia melawan musuh-musuhnya dengan berserah pada Tuhan. Aku sebenarnya suka ada adegan seperti itu walau tidak banyak.

Pemilihan Pemain Sudah Bagus Sih

Kalau untuk Fifi yang tidak terlalu suka dengan gaya ayahnya disini, yang ditekankan produser bahwa film ini drama keluarga bukan dokumenter karena itu butuh pengembangan karakter dan kadang sedikit beda dengan aslinya. Itu menurutku bagus, tapi yah… masih kurang pengembangan karakter Ahok disini. Tapi balik ke penonton, selera juga beda, cerita yang diharapkan juga mungkin berbeda pula.

Untuk akting, aku sangat suka peran Denny Sumargo sebagai ayah mudanya Ahok. Sebenarnya masa tua kalau boleh dia juga biar di-makeup gitu. Lebih cocok saja, karena pemeran lain seperti Ferry Salim dan Donny Damara memerankan masa muda-tua sekaligus. Coba perhatikan, Denny tampak sangat tenang dan tidak banyak menunjukkan ekspresi. Saat perannya diganti oleh Chew, terasa berbeda karakternya.

Aku juga suka aktingnya Eric, si Ahok muda. Tapi memang lebih bagus lagi Janssen yang memerankan Frans. Mereka anak muda asli Belitung yang ternyata jago akting. Untuk Daniel Mananta sendiri, aku masih merasa kurang, tapi tidak kurang sekali. Kadang dia menunjukkan dirinya sebagai Daniel, bukan Ahok, dari sikapnya terasa dibuat-buat, tapi tidak banyak kok. Untuk debut jadi pemeran pertama Daniel mah T.O.P! Secara fisik, dia agak tinggi dan tetap kelihatan kurusnya hahaha. Pemilihan tokoh juga bagus, seperti Eriska Rein yang jadi ibu muda Ahok, wajahnya mirip sekali dengan yang aslinya. Di credit film pada bagian terakhir akan ditunjukkan foto-foto masa kecil Ahok dan keluarganya.

Sedikit Intermezzo

Sekadar selingan, aku merasa Ahok mirip-mirip dengan Jokowi ya. Keduanya sama-sama anak sulung. Ahok memilih bidang kuliahnya untuk membantu sang ayah di proyek, begitu pun Jokowi yang berkuliah di jurusan kehutanan untuk meneruskan usaha keluarga. Intinya, pilihan masa depan dan cita-cita anak kebanyakan berasal dari keluarga. Pun karakter mereka terbentuk dari dalam keluarga. Itulah mengapa keluarga sangat penting menjadi guru atau panutan dalam kehidupan 😀

Selingan yang lain, coba perhatikan Denny Sumargo tampak modis memakai kacamata hitamnya. Pun Donny Damara bahkan Daniel sendiri. Ternyata ada yang sponsor kacamatanya (coba cek di akun instagram). Trik menyisipkan iklannya tidak terasa mengganggu. Bagus, halus banget. Hahaha.

Trik marketing film ini juga bagus. Para pemain punya akun instagram yang rata-rata berawalan ‘A man/woman called (nama mereka) …’ Bahkan film A Man Called Ahok ini banyak peminat dibanding film satunya yang katanya sengaja dirilis bersamaan dengan film Ahok ini. Hahahaha. Entah ya.

Secara keseluruhan film A Man Called Ahok (2018) ini bagus banget. Patut ditonton lagi. Buat kamu yang ingin film sejenis ini bisa baca ulasanku dalam Susi Susanti: Love All 🙂

 

Rating versiku : 4/5

Trailer bisa dilihat disini:

 

 

 
Share :

Leave a comment